03 September 2008

Simulasi Pengadilan

Q.E.D 27

Kana adalah gadis ceria yang penuh semangat dan kuat. Ia adalah seorang anak dari Inspektur Polisi Mizuhara. Tak jarang ia juga ikut terlibat kasus karena pekerjaan ayahnya. Suatu hari, ia tengah berada di TKP sebuah pembunuhan dan bertemu dengan Toma. Toma adalah teman sekelas Kana, murid pindahan dari luar negeri, Amerika. Kabarnya dia adalah lulusan MIT, dan seorang ahli matematika. Namun, ia kembali ke Jepang dan kembali menjalani pendidikan sebagai murid SMU biasa. Sampai sekarang belum diketahui alasan Toma yang sebenarnya melakukan hal itu. Setelah pertemuan dengan Kana, Toma yang selalu cuek dan tak suka mencampuri urusan orang lain, mendadak harus terus mengikuti Kana yang kadang suka memaksanya. Suatu hari, di sekolah mereka, terdapat undian berhadiah, tanpa peduli untuk apa undian itu, Kana memaksa Toma menarik undian itu, dan akhirnya mereka berdua tepilih. Ternyata undian itu adalah sebuah undangan untuk menjadi anggota Juri dalam sebuah Simulasi Pengadilan. Kana sempat kecewa, namun Toma mengingatkan Kana, ia tak akan bisa mundur lagi. Mereka berdua, akhirnya mengikuti Simulasi Pengadilan itu dengan berperan menjadi Juri.

Narator : "Yang disebut anggota Juri Pengadilan adalah para warga sipil yang punya hak pilih dan bergabung dalam dewan juri pengadilan dan memutuskan bersalah – tidaknya seorang terdakwa. Untuk Hakim, Pengacara dan Jaksa, telah diminta bantuan mereka yang memang berprofesi demikian. Sedangkan untuk terdakwa dan saksi akan diperankan oleh mereka."

Hakim : “Saya, Hakim. Simulasi sidang ini akan dimulai dengan mengangkat kasus yang benar-benar terjadi. Apakah terdakwa bersalah atau tidak bersalah? Para murid yang sedang memperhatikan panggung juga silahkan berpikir. Kalian dapat menyumbangkan rasa tanggung jawab untuk mengadili seseorang.
Keenam anggota juri akan mengikuti proses pengadilan kasus perampokan bersama kami bertiga sebagai Hakim. Tapi sebelum itu akan kujelaskan peraturannya.
Pertama. Sebelum vonis bersalah dijatuhkan, kalian harus menganggap terdakwa yang sedang menjalani pengadilan belum bisa dianggap penjahat sampai kalian, para juri memutuskan. Ini disebut azas praduga tak bersalah.
Kedua. Pihak Jaksa yang bertanggung jawab menjelaskan kesalahan terdakwa. Dia akan menjelaskan bahwa terdakwa bersalah selama dia belum berhasil membuktikan terdakwa dianggap tidak bersalah. Tapi, ada juga beberapa Jaksa yang kesulitan membuktikan bahwa terdakwa bersalah sepenuhnya.
Ketiga. Untuk membuktikan terdakwa bersalah, mereka bisa menggunakan pembuktian yang melewati nalar. Untuk lebih mudahnya, 'Orang yang berpikir bahwa si pelaku benar-benar melakukan kejahatan bukan hanya aku, tapi juga yang lain' kalian bisa berpikir seperti itu untuk membuktikannya. Sidang Dibuka."

Hakim meminta Jaksa untuk membacakan tuntutan terhadap terdakwa.

Jaksa : "Nama terdakwa. Tsuneo Toyokawa. Isi dakwaan, pada hari x, bulan x, dan tempat x, terdakwa telah melakukan pemukulan pada korban, Sachiko Azuma, dan merampok uang sebesar 150 ribu. Terdakwa dikenakan tuduhan perampokan."

Hakim :
"Terdakwa, Anda punya hak tutup mulut yang berarti, Anda boleh tidak menjawab pertanyaan. Semua jawaban Anda bisa menguntungkan atau malah merugikan Anda. Para Juri sekalian hak terdakwa untuk tidak menjawab bukan merupakan sesuatu yang tidak menguntungkan. Jadi, kalian tidak boleh berpikir terdakwa bersalah. Ada yang ingin terdakwa sampaikan?"

Terdakwa :
"Aku tidak melakukan apa-apa. Aku tidak bersalah!"

PERTANYAAN PEMBUKA

Jaksa : "Empat tahun lalu, terdakwa Toyokawa pindah ke Tokyo dari Kagoshima. Pertama kali sebagai satpam toko, lalu pegawai bar sampai sekarang, dia tercatat sudah tujuh kali ganti pekerjaan. Karena penghasilannya yang tidak tetap, kehidupannya tidak pernah stabil. Setengah tahun lalu, dia bertemu kembali dengan teman-temannya yang menggemari musik lalu membentuk band. Dia membeli gitar dengan cara kredit, sejak saat itu, kehidupannya mulai merosot dan utangnya pada bank mencapai 350 ribu. Telepon genggamnya diputus dan dia menunggak uang sewa rumah. Dia terus berhutang pada kerabat dan teman-temannya.
Suatu hari dia memukul korban, Azuma dan mengambil uang sebesar 150 ribu yang disimpan dalam di amplop bank tertutup. Dalam pergaulan itu, ada saksi yang mendengar teriakan terdakwa 'Lepaskan nenek tua!'. Seorang polisi patroli menemukan terdakwa di taman. Karena ciri-ciri sama dengan pelaku, dia bertanya dan kemudian langsung menangkapnya dan ditemukan amplop berisikan uang 150 ribu pada terdakwa. Di hari kejadian korban mengambil uang di ATM sebuah bank dan pelaku kedapatan berkeliaran di depan bank untuk mencari target. Hakim dan para Juri sekalian dengan alasan seenaknya, terdakwa telah melukai korban yang tak bersalah dan mencuri uangnya. Saya mohon Anda memberi hukuman setimpal!”


Hakim :
"Pengacara?"

Pengacara : "Hakim dan para Juri sekalian, pak Toyokawa sama sekali tidak merampok atau melukai seseorang. Dia datang ke Tokyo, dengan segudang impian dan melakukan banyak pekerjaan. Tapi untuk mencari apa yang diinginkannya, Dia tidak akan melakukan kejahatan. Dia telah membulatkan tekat mewujudkan impiannya dalam bidang musik bersama teman-temannya. Dia tidak akan merusaknya dengan melakukan kejahatan. Walau saksi yang berada di dekat TKP mengaku mendengar suara pak Toyokawa, dia tidak bisa melihat jelas sosoknya dan tentang uang yang ditemukan, dia menemukannya jatuh di jalan dan memungutnya. Hanya berdasarkan kecurigaan belum cukup untuk menuduhnya bersalah. Tidak ada bukti behawa pak Toyokawa bersalah. Kumohon Anda bersikap adil dan melepaskan pak Toyokawa dari segala tuduhan."

PEMERIKSAAN SAKSI

Hakim : "Dalam pernyataan awal, pihak Jaksa telah menekankan bahwa kasus ini memang demikian adanya. Sekarang kalian harus membuktikan penekanan itu dan memutuskan terdakwa bersalah atau tidak, hanya berdasarkan bukti yang disodorkan. Dan yang paling penting, semua bukti dan kesaksian yang muncul di sini tsk terbatas kebenarannya. Kesaksian dan bukti mana yang memiliki kekuatan kebenaran? Keputusan itulah yang menentukan bersalah tidaknya terdakwa."

Saksi PERTAMA.
Saksi 1 : "Nama saya Masaki Kinoshita, pelajar."


Jaksa : "Apa yang Anda kerjakan di hari kejadian?"

Saksi 1 : "Saya sedang main internet di kamar. Lalu saya mendengar teriakan terdakwa 'Lepasin nenek tua!'"

Jaksa : "Jadi, Anda mengenali pelaku berdasarkan suara yang Anda dengar di TKP?"


Saksi 1 : “Ya”


Jaksa : “Lalu bagaimana dengan suara terdakwa?”

Pengacara : “Keberatan! Pertanyaan terlalu memojokkan terdakwa."


Hakim : “Diterima! Silahkan ganti pertanyaannya.”


Jaksa : “Apakah suara yang Anda dengar suara laki-laki atau perempuan?”


Saksi 1 : “Laki-laki”


Jaksa : “Apakah ada sesuatu yang khusus?”


Saksi 1 : “Cara bicaranya terdengar seperti aksen daerah Kagoshima. Di kampung saya di Fukuoka saya punya teman dari Kagoshima. "


Jaksa : “Terdakwa memang berasal dari Kagoshima. Apakah yang Anda dengar itu benar suara terdakwa?”

Saksi 1 : “Ya!”


Hakim : “Pengacara, ingin mengajukan pertanyaan?”


Pengacara : “Di tengah malam, banyak suara orang yang mirip satu sama lain. Apalagi, orang-orang yang muncul di acara TV. Kemiripan suara lebih banyak daripada kemiripan wajah. Apa Anda tidak kesulitan membedakan?”

Saksi 1 : “Tapi aku mendengar aksen Kagoshima.”


Pengacara : “Anda bilang, kenal aksen Kagoshima dari sahabat yang berasal dari sana. Bisa saja karena saksi kenal seseorang di sana, dan karena sering mendengar kata itu, dia ikut terpengaruh.”

Jaksa : “Keberatan! Itu hanya dugaan!”

Hakim : “Diterima. Para juri diminta mengabaikannya.”

Pengacara : “Apa Anda begitu mudahnya mengingat suara yang terdengar dari luar dan memastikan itu suara pak Toyokawa? Apa Anda bisa membedakan intonasi sekecil apapun?”

Saksi 1 : “Apa maksudmu?”

Pengacara : “Lihat foto korban ini! Korban adalah seorang wanita cantik dan tidak terlihat kalau usianya 45 tahun dan wanita ini saat melihatnya. Apakah Anda bisa menyebutnya nenek? Satu hal lagi. Selain teriakan terdakwa, apakah Anda mendengar suara lain?"

Saksi 1 : “Tidak!”


Pengacara : “Aneh, padahal wanita itu sedang diserang. Bukankah seharusnya dia berteriak dulu saat menyadari peristiwa itu?”

Saksi 1 : “Soalnya jendela tertutup....”

Pengacara : “Apakah Anda benar-benar mendengar suara terdakwa?”

Saksi 1 : “Tidak salah lagi!!” (dengan sedikit membentak, marah)

Pengacara : “Sekian.”

Saksi KEDUA
Saksi 2 : “Nama saya Akimi Ibata. Pegawai Perusahaan ansuransi.


Jaksa : “Anda melihat terdakwa dihari kejadian?”

Saksi 2 : “Ya, di bank depan stasiun. Saya melihat orang aneh. Kira-kira pukul 5 sore, dia tampak sedang kesal. Justru karena takut, saya masih ingat wajahnya.

Jaksa : “Apa yang Anda takutkan?”

Saksi 2 : “Sebab, saya pikir dia itu penjambret atau semacamnya. Karena hari itu hari gajian, saya pergi ke ATM. Orang itu sudah tidak ada setelah saya keluar. Lalu saya pulang ke rumah.”

Jaksa : “Berdasarkan rekaman kamera pengawas, korban berdiri selang tiga orang di depan saksi. Artinya, pelaku sudah tahu korban akan mengambil uang lalu mengejarnya. Sejak awal dia telah merencanakan semua ini.”

Pengacara memperlihatkan sebuah denah bank. Dia berhasil membuktikan terdakwa tidak melihat ke dalam bank.

Pengacara : “Toyokawa jelas tidak mungkin bisa melihat apa yang terjadi di dalam. Apalagi pintu masuk bank terbuat dari kaca yang tebal. Orang luar tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam. Bank bukan hanya tempat mengambil uang, tapi juga untuk menaung atau mengurus buku tabungan. Terdakwa yang berdiri di luar tidak tahu apa yang dilakukan korban di dalam bank. Apa Anda masih bisa mengatakan dia pelakunya?”

Saksi KETIGA
Saksi 3 : “Nama saya Norikazu Baba. Pekerjaan Polisi. Saya yang menangkap terdakwa.”


Jaksa : “Tolong jelaskan situasi saat itu.”

Saksi 3 : “Setelah menerima laporan, saya pergi ke TKP dan mendapat informasi bahwa penjahat itu adalah pria setinggi kurang lebih 175cm yang memakai t-shirt hitam. Saya mendapatkannya di taman terdekat, saya memanggilnya, waktu saya akan menginterograsinya, tiba-tiba dia kabur. Saya berlari mengejarnya dan melihat amplop bank berisi uang. Saya yakin, dialah penjahatnya.”

Jaksa : “Begitu yaa?”

Pengacara : “Ada pertanyaan, pembela? Waktu menangkap pak Toyokawa, apa yang pertama kali Anda tanyakan?”

Saksi 3 : “Saya tanya ‘Kenapa kabur?’ lalu dia menjawab ‘Tadi kabur karena ketakutan’ saya tanya lagi ‘Uang ini milikmu?’ lalu dia menjawab ‘Bukan, aku memungutnya di jalan dan bermaksud menyerahkan kepada polisi’.
Setelah itu, kami memanggil korban ke TKP dan menanyakan kepada korban dan saksi. Korban mengaku tidak yakin karena kejadiannya begitu tiba-tiba. Tapi, saksi sangat yakin karena ia telah mendengar suaranya. Karena itu saya menangkapnya untuk memastikan.


Pengacara : “Bukankah pak Toyokawa bilang memungut uang itu?”

Saksi 3 : “Itu bohong?”

Pengacara : “Kenapa?”

Saksi 3 : “Pencuri pasti akan mengatakan demikian!”

Pengacara : “Demikian juga orang yang memungut uang itu! Lalu perkataan beliau sebelumnya soal dituduh mencuri di sebuah rumah juga bohong?”

Saksi 3 : “Itu benar!”

Saksi KEEMPAT – Terdakwa – Tsuneo Toyokawa.
Pengacara : “Anda terlibat masalah keuangan karena membeli gitar secara kredit.”


Terdakwa : “Ya.”

Pengacara : “Demi itu, Anda rela langganan HP Anda diputus dan menunggak uang sewa rumah?”

Terdakwa : “Soalya, aku masih bisa memakai telepon umum. Dan pemilik rumah bilang akan menunggu.”

Pengacara : “Jumlah utang Anda 350 ribu....”

Terdakwa : “Aku akan mengembalikannya sedikit demi sedikit! Memangnya mentang-mentang berhutang, lantas semua orang itu pencuri?”

Pengacara : “Tidak mungkin. Aku sendiri juga mempunyai hutang. Apa yang Anda lakukan di depan bank?”

Terdakwa : “Aku ingin memeriksa saldo rekening, kupikir masih ada walau sedikit, tapi ternyata tidak, jadi aku kembali.”

Pengacara : “Apa Anda berencana mencuri?”

Terdakwa : “Tidak! Percayalah padaku!”

Pengacara mengakhiri pertanyaannya. Dan hakim melemparkannya kepada Jaksa untuk mengajukan pertanyaan.

Jaksa : “Apa Anda kesulitan karena langganan HP Anda dihentikan dan menunggak uang sewa rumah. Tapi Anda kebingungan bukan hanya masalah uang kan? Baik di kota maupun acara tv, banyak baju dan makanan yang Anda ingin beli tapi tidak bisa. Anda marah karena semua berjalan tidak sesuai harapan. Anda bilang akan menyerahkan uang yang jatuh pada polisi, tapi kenapa malah kabur saat polisi datang?”

Terdakwa : “Karena aku takut dia tidak akan percaya padaku!”

Jaksa : “Begitu? Anda orang yang berpenampilan sama seperti pelaku dan membawa uang dalam jumlah yang sama besar dengan uang yang dicuri! Tidak ada seorang pun yang akan mempercayai cerita seperti itu. Sekian.”

PEMBACAAN TUNTUTAN

Jaksa : “Ketua Juri dan para anggota Juri sekalian. Silahkan lihat. Dengan bukti-bukti ini, kami menganggap terdakwa, Tsuneo Toyokawa, bersalah.

MOTIF
Hutang sebesar 350 ribu.
Kehidupan ekonomi yang buruk.

HAL YANG MEMBERATKAN PELAKU
· Pelaku yang ada di luar bank mengincar korban yang akan mengambil uang.
· Terdakwa memiliki penampilan dan suara yang sama dengan pelaku.
· Suara pelaku beraksen
Kagoshima.
· Terdakwa kabur saat ditemukan polisi di sebuah taman yang letakknya dekat dengan TKP.
· Terdakwa memgang amplop uang yang dicuri.

PELAKU ADALAH :
TSUNEO TOYOKAWA


Sudah jelas bahwa terdakwa adalah pelakunya. Kami dari pihak Jaksa menuntut hukuman delapan tahun penjara untuk terdakwa, Tsuneo Toyokawa.”

ARGUMEN PENUTUP

Pengacara : “Pihak Jaksa penuntut menyatakan pak Toyokawa bersalah tapi apakah itu benar? Benarkah saksi mendengar suara pak Toyokawa? Padahal, dia tidak mendengar suara jeritan korban? Walau ada yang melihatnya di depan bank, pak Toyokawa tidak masuk ke dalam, bagaimana dia bisa tahu korban akan ke ATM? Uang itu dipunggutnya sendiri dari jalan, alasan pak Toyokawa kabur dari polisi adalah karena dulu polisi pernah salah menangkapnya.
Semua dakwaan Jaksa hanya sekedar prasangka. Semua itu telah melewati batas rasional dan selama terdakwa belum terbukti bersalah.. Dia tidak bersalah. Saya mohon rasa keadilan Anda semua dapat menolong pak Toyokawa. Hanya Anda yang bisa melakukan hal itu.”


RAPAT KEPUTUSAN

Hakim : “Baiklah, rapat dimulai. Selain ketiga orang majelis hakim, rapat ini dihadiri enam juri, jadi total ada sembilan orang. Di sini kalian akan memutuskan apakah terdakwa bersalah atau tidak. Kalau bersalah, hukuman apa yang harus dikenakan padanya. Terdakwa akan dinyatakan bersalah bila kalian bisa membuktikan secara rasional, bila tidak, artinya dia tidak bersalah. Kita semua memiliki hak bicara yang sama. Silahkan berdiskusi dengan bebas. Bagaimana menurutmu?”

Juri 1 : “Bersalah.”

Hakim : “Kenapa?”

Juri 1 : “Perasaanku mengatakan begitu.”

Juri 4 : “Apa maksudmu perasaan?”

Juri 1 : “Kau sendiri bagaimana?”

Juri 4 : “Tidak bersalah. Sebab, pemain musik bukan orang jahat.”

Hakim : “Lalu kau?”

Juri 2 : “Tidak bersalah. Semua bukti hanya berupa spekulasi, belum bisa dibuktikan kebenarannya..”

Juri 4 : “Benar! Semuanya cuma spekulasi. Jadi, dia tidak bersalah.”

Juri 5 : “Bukti spekulasi itu apa?”

Juri 6 : “Dalam pembuktian ada istilah bukti langsung dan bukti spekulasi. Misalnya ada uang yang dicuri. Kesaksian ‘A mencuri uang’ dan pengakuan langsung ‘aku melakukannya’ adalah bukti langsung. Tapi.. Fakta bahwa ‘A ada di dekat TKP’ dan ‘setelah kejadian, kondisi keuangan A memburuk’ itu disebut bukti spekulasi. Bukti spekulasi seperti ‘ A ada di dekat TKP karena ada keperluan’ atau ‘mendapat uang dari undian’. Alasan yang tidak berhubungan dengan kasus itu adalah bukti yang masih mengandung kemungkinan tapi pertanyaan seperti ‘A bilang akan mencuri uang’ atau ‘Cuma A yang tahu di TKP itu ada uang’. Bisa dijadikan alasan masuk akal untuk menyatakan ‘A adalah penjahatnya’. Makanya hal seperti itu tidak bisa diterima.
Juri 2 : “Jadi, kita bisa mempertimbangkan kesaksian polisi tadi? Kalau begitu bersalah! Dia ada di bank, suara dan penampilan yang mirip pelaku lalu, membawa uang yang dicuri. Jelas dia pelakunya!”


Juri 3 : “Jadi, dia bersalah!”

Juri 5 : “Tapi.. itu artinya dia akan kena vonis penjara enam tahun lebih.. kalau salah, kita akan menyeret orang tak bersalah ke penjara.”

Hakim : “Pertama-tama, pikirkan hubungan terdakwa dengan kasus itu baik-baik. Hanya dengan memikirkan berat ringannya hukuman tidak akan menghasilkan keputusan yang benar.”
Juri 6 : “Bagaimana kalau kita analisis?


Juri 6 menuliskan sesuatu di sebuah papan. Berikut tulisan Juri 6.


1. Terdakwa sedang mengalami masalah keuangan.
2. Ada saksi yang menyatakan bahwa pelaku memiliki suara dan penampilan sama dengan terdakwa.
- Pelaku memiliki aksen Kagoshima, sama dengan daerah asal terdakwa.
- Tidak terdengar suara jeritan korban.
- Tak ada yang melihat wajahnya.
3. Terdakwa ada di depan bank tempat korban mengambil uang. Tapi, tidak mungkin dia tahu korban ada di ATM karena tidak masuk ke dalam.
4. Setelah kejadian, terdakwa kabur saat ditemukan polisi. Karena dulu pernah salah tuduh sebagai pelaku pencurian.
5. Terdakwa membawa uang yang dicuri. Dia bersikeras mengaku uang itu ditemukannya di jalan.


Juri 5 : “Ini semuanya sudah dinyatakan oleh Jaksa, kan?”

Hakim : “Menurutmu bagaimana?”

Juri 6 : “Benar-benar pembuktian yang berbahaya.”

Juri 5 : “Jadi.. tak bersalah? Aneh sekali bahwa saksi yang ada di TKP tidak mendengar suara jeritan korban, tapi, bukti bahwa ATM itu tidak terlihat itu juga lemah. Bukti paling kuat hanya bahwa uang itu ada padanya dan dia kabur saat ditanya polisi.”

Hakim : “Waktunya sudah tiba. Mari kita mengambil keputusan. Biasanya diskusi seperti ini masih bisa dilanjutkan, mengingat ini adalah rapat Juri... Sekarang saya akan menjelaskan sistem pemungutan suara anggota Juri. Di negara-negara seperti Amerika yang menganut sistem ‘satu suara untuk semua’ dalam pengambilan keputusan. Tapi, di Jepang.. Jumlah berperan penting. Dalam pengambilan keputusan ini, ada tiga orang anggota majelis hakim dan enam orang Juri. Kesembilan orang inilah yang akan memutuskan dia bersalah atau tidak. Tapi, saat memutuskan, harus ada paling tidak seorang anggota majelis yang setuju. Dan bila keenam anggota Juri mencapai suara yang sama, kesepakatan itu tidak akan berlaku bila ketiga anggota majelis hakim tidak setuju. Walau biasanya dipakai sistem satu suara, karena hari ini hanya simulasi, saya ingin kalian mendapatkan pengalaman. Mari kita ambil suara. Bagi mereka yang menyatakan bersalah silahkan angkat tangan. 1, 2, 3, .... empat orang.

Juri 6 mengangkat tangannya perlahan-lahan. Hakim melihatnya, dan akan mengatakan. Lima orang. Namun, mendadak Juri 6 menurunkan tangannya lagi.

Juri 6 : “Tidak jadi. Maaf!”

Hakim : “Lalu, yang mengatakan tidak bersalah. 1, 2, 3, 4, ... Lima orang. (Hakim melihat Juri 6 mengangkat tangannya dan tidak menurunkannya lagi). Jadi menurutmu, dia tidak bersalah?”

Juri 6 : “Ya.”

Hakim : “Termasuk Majelis Hakim, ada lima orang yang setuju tidak bersalah. Mari kita putuskan vonisnya. Tuduhan tindak kejahatan terdakwa dalam pengadilan ini tidak dapat dibuktikan karena kurangnya bukti. Dengan demikian terdakwa dinyatakan Tidak Bersalah.”

Sidang pun selesai, berakhir dengan keputusan yang telah disepakati bersama. Tedakwa Tsuneo Toyokawa tidak bersalah.
Hakim mengucapkan terima kasih atas kerja sama Pengacara dan Jaksa serta anggota majelis hakim yang lain karena telah bersedia membantu dalam Simulasi Sidang kali ini. Seorang anak perempuan, yang tadi ikut menjadi Juri dalam Simulasi sidang itu, mendekati Hakim.


Mizuhara : “Pak Hakim. Karena ini kasus sungguhan, dalam pengadilan asli, dia divonis bersalah atau tidak bersalah?”

Hakim diam sejenak. Hakim melihat siswa yang tadi juga menjadi Juri. Hakim berjalan mendekati anak itu yang sedang istirahat sambil minum air mineral.

Hakim : “Kamu! Waktu pengambilan suara, awalnya kamu memilih bersalah, tapu lalu berubah menjadi tak bersalah. Kenapa?”

Toma : “Apa saya harus menjawabnya?”

Hakim : “Tidak juga! Tapi dalam pengadilan sesungguhnya terdakwa Tsuneo Toyokawa dinyatakan Bersalah. Dalam tiga simulasi sebelumnya, terdakwa juga dinyatakan tidak bersalah. Ini yang keempat, lalu... . Lalu, kenapa kalian menganggapnya tidak bersalah? Padahal aku sangat yakin dia bersalah. Bagi orang biasa, bila kejahatan seorang tidak jelas.. Dia dianggap tidak bersalah.. karena itu merupakan tanggung jawab yang berat. Tapi, kau berbeda, kau dengan yakin menganggapnya tidak bersalah. Kenapa?”

Toma : “Karena Jaksa tidak berhasil membuktikan hal penting.
Kenapa saksi tidak mendengar teriakan korban? Kenapa pelaku tidak masuk ke bank? kenapa pelaku memanggil korban ‘nenek tua’? dan kenapa korban tidak melihat wajah pelaku, padahal pelaku merampas uangnya dari jarak dekat?.
Jaksa penuntut telah melewatkan satu hal yaitu, korban dan pelaku saling mengenal. Jadi dia tidak berteriak saat pelaku mendekat. Mungkin korban mengaku demikian untuk melindungi pelaku, kalau benar, kenapa demikian? Dulu korban bekerja di sebuah klab malam. Bagaimana kalau mereka berkenalan di sana? Dan menjalin hubungan diam-diam. Pelaku juga merupakan musisi yang sering manggung di klab-klab malam. Mungkin ada seorang rekan pelaku yang berkomentar tentang hubungan pelaku dengan wanita yang lebih tua itu. Karena itu dia memanggil korban ‘nenek tua’. Walau tak masuk ke bank, pelaku pasti tahu korban akan mengambil uang, karena saat itu hari gajian. Menurut saya, keputusan Anda tidak salah. Tapi, saya tidak bisa menyatakan dia bersalah. Demikian akhir penjelasan saya.”


Hakim : “Kenapa kamu tidak mengatakan itu waktu simulsi? Dengan begitu, dia akan dinyatakan bersalah. Paling tidak kemungkinan itu akan lebih besar.”

Toma : “Tidak bisa. Tanggung jawab untuk membuktikan ada di tangan Jaksa. Sementara vonis dijatuhkan berdasarkan bukti yang ditunjukkan oleh hakim. Seorang terdakwa dinyatakan tidak bersalah selama tak ada penjelasan logis yang dapat membuktikan perbuatannya. Itulah hukum keras dalam dunia pengadilan.”
.end

1 komentar:

Unknown mengatakan...

kapan-kapan aku mau baca halaman blog kamu yg seru ini
sumpah deh......